Senin, 18 Februari 2013

Pemanfaatan Radioisotop

Untuk bidang : Kesehatan, Pertanian, Hidrologi, Industri

Produksi Radioisotop

Radioisotop yang sering digunakan dalam berbagai bidang kebutuhan manusia seperti bidang
kesehatan, pertanian, hidrologi dan industri, pada umumnya tidak terdapat di alam, karena
kebanyakan umur paronya relatif pendek. Radioisotop dibuat di dalam suatu reaktor nuklir yang mempunyai kerapatan (fluks) neutron tinggi dengan mereaksikan antara inti atom tertentu dengan neutron. Selain itu, radioisotop dapat juga diproduksi menggunakan akselerator melalui proses reaksi antara inti atom tertentu dengan suatu partikel, misalnya alpha, neutron, proton atau partikel lainnya.

Penggunaan Radioisotop

Bidang KesehatanRadioisotop dapat digunakan untuk radioterapi, seperti larutan iodium-131 (Na131l) untuk terapi
kelainan tiroid dan fosfor-32 (Na2H32PO4) yang merupakan radioisotop andalan dalam terapi
polisitemia vera dan leukemia. Selain, itu radioisotop juga dapat digunakan untuk radiodiagnosis seperti teknesium-99m (Na99mTcO4) untuk diagnosis fungsi dan anatomis organ tubuh, sedangkan studi sirkulasi dan kehilangan darah dapat dilakukan dengan radioisotop krom-51 (Na2 51CrO4).

Bidang Pertanian
Radioisotop yang digunakan sebagai perunut dalam penelitian efisiensi pemupukan tanaman
adalah fosfor-32 (32P). Teknik perunut dengan radioisotop akan memberikan cara pemupukan yang tepat dan hemat.


Bidang hidrologiNatrium-24 (24P) merupakan radioisotop yang sering digunakan untuk mengukur kecepatan
laju dan debit air sungai, air dalam tanah dan rembesan. Kebocoran dam serta pipa penyalur yang terbenam dalam tanah dapat dideteksi menggunakan radioisotop iodium-131 dalam bentuk senyawa CH3131l, sedangkan lokasi dumping, asal/pola aliran sedimen dan laju pengendapan dapat diukur menggunakan krom-51 dan brom-82 masing-masing dalam bentuk senyawa K251Cr2P7 dan K82Br.

Bidang Industri
Teknik radiografi merupakan teknik yang sering dipakai terutama pada tahap-tahap konstruksi. Pada sektor industri minyak bumi, teknik ini digunakan dalam pengujian kualitas las pada waktu pemasangan pipa minyak/gas serta instalasi kilang minyak. Selain bagianbagian konstruksi besi yang dianggap kritis, teknik ini digunakan juga pada uji kualitas las dari ketel uap tekanan tinggi serta uji terhadap kekerasan dan keretakan pada konstruksi beton. Radioisotop yang sering digunakan adalah kobal-60 (60Co). Dalam bidang industri, radioisotop digunakan juga sebagai perunut misalnya untuk menguji kebocoran cairan/gas dalam pipa serta membersihkan pipa, yang dapat dilakukan dengan menggunakan radioisotop iodoum-131 dalam bentuk senyawa CH3131l. Radioisotop seng-65 (65Zn) dan fosfor-32 merupakan perunut yang sering digunakan dalam penentuan efisiensi proses industri, yang meliputi pengujian homogenitas pencampuran serta residence time distribution (RTD). Sedangkan untuk kalibrasi alat misalnya flow meter, menentukan volume bejana tak beraturan serta pengukuran tebal material, rapat jenis dan penangkal petir dapat digunakan radioisotop kobal-60, amerisium-241 (241Am) dan cesium-137(137Cs).

Kanker dengan Radioisotop
Penyakit kanker, penyakit yang digolongkan ke dalam penyakit degeneratif ini telah menempati papan atas penyebab kematian di berbagai negara, utamanya di negara negara maju yang telah berhasil mengatasi penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi penyakit karena pertumbuhan sel tidak terkendali ini. Di negara negara maju, dana dalam jumlah besar telah digelontorkan untuk membiayai riset yang berkaitan dengan pendeteksian, pengobatan, serta mekanis. Kemunculan dan pertumbuhan kanker. Di Jepang, misalnya, beberapa pusat penanganan kanker (gan senta) telah didirikan. Institusi ini mendedikasikan dirinya dalam riset dan pengembangan yang berkaitan dengan momok umat manusia ini.
Di dunia penanganan kanker, radioisotop telah memainkan peran yang besar. Kiprah radioisotop tersebut terlihat semakin besar dari hari ke hari karena potensi yang disimpannya. Radioisotop memendam kemampuan untuk memburu dan bahkan membunuh kanker secara efektif pada tahap yang paling dini ketika kanker masih berupa benih, yaitu saat metabolisme sel kanker mulai terjadi.
Beberapa hasil pengembangan teknologi di bidang ini mulai dipasarkan dan memberikan kontribusi secara nyata. Beberapa saat yang lalu sebuah rumah sakit di Singapura menawarkan berbagai jasa kesehatan, di antaranya jasa deteksi dini kanker menggunakan PET (positron emission tomography) yang dikombinasikan dengan CT (computed tomography).
PET merupakan salah satu hasil di garis depan pengembangan radioisotop untuk dunia kedokteran. PET adalah metode visualisasi fungsi tubuh menggunakan radioisotop pemancar positron.Oleh karena itu, citra (image) yang diperoleh adalah citra yang menggambarkan fungsi organ tubuh. Kelainan dan ketidaknormalan fungsi atau metabolisme di dalam tubuh dapat diketahui dengan metode pencitraan (imaging) ini. Hal ini berbeda dengan metode visualisasi tubuh yang lain, seperti MRI (magnetic resonance imaging) dan CT (computed tomography). MRI dan CT scans adalah visualisasi anatomi tubuh yang menggambarkan bentuk organ tubuh. Dengan kedua metode ini, yang terdeteksi adalah kelainan dan ketidaknormalan bentuk organ
Berbagai kelainan metabolisme di dalam tubuh, termasuk di dalamnya adalah adanya metabolisme sel kanker, dapat diketahui dengan cepat melalui PET. Salah satu bentuk perbedaan sel kanker dengan sel normal di sekelingnya adalah pada bentuk metabolisme glukosa. Sel kanker mengonsumsi glukosa dalam jumlah yang lebih besar dari sel di sekelilingnya.Secara umum, kecepatan pertumbuhan sel kanker yang mencerminkan tingkat keganasannya sebanding dengan tingkat konsumsi glukosa. Bentuk metabolisme glukosa di dalam tubuh ini dapat dideteksi menggunakan bahan radiofarmaka 18FDG (18 F-2-fluoro-2-deoxy-D-glucose). Keberadaan radioisotop fluor-18 yang ada di dalam senyawa tersebut dapat dideteksi dengan mudah dari luar tubuh melalui radiasi yang dipancarkannya.
Dengan meletakkan detektor radiasi di luar tubuh, image reconstruction terhadap sebaran fluor-18 di dalam tubuh dapat dilakukan dengan mengolah sinyal-sinyal yang ditangkap oleh detektor detektor tersebut. Sebaran fluor-18 di dalam tubuh ini menunjukkan pola metabolisme glukosa di berbagai bagian tubuh.
Konsumsi glukosa yang berlebihan di suatu tempat mengindikasikan adanya metabolisme sel kanker di tempat tersebut. Inilah yang dinamakan menemukan kanker dalam bentuk benih. Meskipun secara bentuk fisik belum ditemukan atau belum terdeteksi, keberadaan kanker telah diketahui ketika metabolisme sel kanker telah terjadi. Kemampuan radioisotop memburu kanker pada stadium ini belum dapat ditandingi oleh metode lain. Penemuan adanya sel kanker pada stadium sangat dini ini akan memudahkan penanganan selanjutnya.
PET dapat pula digunakan pula untuk menganalisis hasil penanganan kanker yang telah dilakukan. Setelah operasi pengangkatan kanker melalui operasi, misalnya, perlu dilakukan pemeriksaan apakah masih ada benih benih kanker yang tersisa. Untuk keperluan ini, PET merupakan metode yang paling tepat karena pada kondisi ini keberadaan kanker sulit dilihat secara fisik.
Yang diperlukan adalah melihat keberadaan metabolisme sel kanker. Selain itu, PET dapat pula digunakan untuk melihat kemajuan pengobatan kanker baik dengan chemotherapy maupun radiotherapy. Kemajuan hasil pengobatan kanker dapat diketahui dari perubahan metabolisme di samping perubahan secara fisik. Untuk keperluan ini, kombinasi PET dan CT memberikan informasi yang sangat berharga untuk menentukan tingkat efektivitas pengobatan yang telah dilakukan.
Perangkat PET secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian produksi fluor-18, bagian sintesa 18FDG, dan bagian kamera PET. Penggunaan PET diawali dengan proses produksi radioisotop fluor-18. Radioisotop fluor-18 diproduksi dari isotop oksigen-18 menggunakan siklotron.
Partikel bermuatan berupa proton ditembakkan dari siklotron ke dalam inti oksigen-18 dan terbentuklah fluor-18 sambil melepaskan sebuah neutron. Oksigen di alam memiliki kandungan isotop oksigen-18 sebanyak 0,20 persen. Sisanya berupa isotop oksigen-16 dan oksigen-17 dengan kandungan masing-masing sebesar 99,76 persen dan 0,04 persen.
Karena kandungan oksigen-18 di alam sangat kecil, maka untuk keperluan ini diperlukan oksigen yang telah ditingkatkan kandungan isotop oksigen-18 di dalamnya. Peningkatan kandungan isotop oksigen-18 ini dapat dilakukan sampai lebih dari 90 persen. Pada proses produksi fluor-18 ini, oksigen-18 digunakan dalam bentuk air(H2O).
Radioisotop fluor-18 yang telah didapatkan digunakan untuk mensintesa 18FDG. Reaksi "menempelkan" fluor-18 ini dikenal dengan reaksi penandaan (labelling). Di beberapa negara yang telah menggunakan PET secara rutin seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Korea, reaksi penandaan ini dilakukan menggunakan alat otomatis.
Pertimbangan utama penggunaan alat otomatis ini adalah mempercepat waktu proses. Hal ini dikarenakan fluor-18 memiliki waktu paruh, waktu yang diperlukan untuk meluruh sehingga radioaktivitas tinggal separuhnya, yang pendek kurang dari 2 jam (110 menit). Jadi, reaksi penandaan ini berpacu dengan waktu. Jika proses ini terlalu lama, sebagian besar fluor-18 telah meluruh sehingga radioaktivitasnya akan berkurang jauh dari radioaktivitas awal.
Setelah 18FDG selesai disiapkan, radiofarmaka tersebut segera disuntikkan ke pasien. Jumlah yang disuntikkan antara 10 dan 20 milicurie, tergantung keperluan, kondisi kamera, dan sebagainya. Di University of Iowa, misalnya, secara rutin digunakan 18FDG sebanyak 10 milicurie untuk tiap pasien guna mendeteksi metabolisme sel kanker.
Sebaran fluor-18 di dalam tubuh dideteksi dengan memasukkan tubuh ke dalam rangkaian detektor elektronik berbentuk melingkar. Dari hasil pendeteksian ini dilakukan image reconstruction untuk mendapatkan gambaran sebaran fluor-18 di dalam tubuh. Perangkat kamera PET biasanya telah dilengkapi dengan program untuk keperluan ini sehingga hasil image reconstruction dapat diperoleh dengan mudah.
Kamera PET memiliki kejernihan citra yang lebih baik dibandingkan dengan kamera gamma yang secara umum digunakan pada kedokteran nuklir. Hal ini dikarenakan pendeteksiannya didasarkan pada coincidence detection. Ketika positron dilepaskan dari fluor-18, partikel ini akan segera bergabung dengan elektron dan terjadilah anihilasi.
Dari anihilasi ini dihasilkan radiasi gelombang elektromagnetik dengan energi sebesar 511 ke V dengan arah berlawanan (180 derajat). Adanya dua buah photon yang dilepaskan secara bersamaan ini memungkinkannya dilakukan coincidence detection. Pada coincidence detection ini, sinyal yang ditangkap oleh detektor akan diolah jika dua buah sinyal diperoleh secara bersamaan. Jika hanya satu buah sinyal yang ditangkap, sinyal tersebut dianggap sebagai pengotor. Oleh karena itu, hampir seluruh sinyal pengotor dapat dieliminasi dengan cara ini.
PET hanyalah salah satu dari beberapa hasil terdepan pemanfaatan radioisotop pada penanganan kanker. Berbagai aplikasi lain sedang dikembangkan di laboratorium-laboratorium terkemuka di bidang ini. Salah satu contohnya adalah pengembangan cancer seeking agent dengan memanfaatkan metabolisme spesifik yang terjadi pada sel kanker.
Radioisotop-radioisotop pemancar partikel seperti partikel alpha dan beta memiliki kemampuan membunuh sel secara efektif dalam jarak dekat. Oleh karena itu, pembunuhan sel-sel kanker secara efektif dapat dilakukan dengan "memuatkan" radioisotop-radioisotop itu ke dalam cancer seeking agent. Jadi, cancer seeking agent seperti layaknya peluru kendali yang secara otomatis mencari sasaran yang telah ditetapkan dan radioisotop adalah hulu ledak yang akan menghancurkan sasaran yang dituju.
Perkembangan terkini menunjukkan bahwa pengembangan teknologi PET dan beberapa aplikasi radioisotop yang lain pada penanganan kanker tidak lagi terbatas pada lorong-lorong lembaga penelitian. Hasil pengembangan teknologi ini telah merambah ke wilayah bisnis karena jasa kesehatan yang ditawarkan memiliki nilai ekonomi yang tidak kecil.



Kunjungi juga : http://mymasdep.blogspot.com/

1 komentar:

Unknown mengatakan...

apa ada efek kemoterapi dr pemanfaatan radio isotop..
kemoterapi itu jg metode radiasi..
biar gimana pun radiasi akan selalu memiliki pengaruh pd perkembangan sel..
dgn menggunakan radio isotop apa tidk ada efek mutasi gen yg terjadi?